Soal Piknik dan Menemukan Kembali


Berkali-kali jalan-jalan, pulang tanpa catatan dan bahkan tanpa foto! Yang kedua masih termaafkan karena tempat yang kita kunjungi memang sebuah kehidupan, bukan latar studio foto, apalagi kalau fotonya melulu kita. Tapi tanpa catatan? Ah...

Kali ini pun sebenarnya saya juga nyaris tak mencatat. Agak linglung dan sibuk dengan pikiran sendiri, karena hidup selama tidak piknik pun demikian. Tapi setidaknya saya mencoba mengunggah foto-foto yang agak berlimpah ini. Cerita foto pun kadang lebih informatif kan (menghibur diri). Karena kata, tentu saja, kadang gagal menceritakan sudut terkecil. 

Bermula dari perjumpaan virtual dengan teman lama, Ellie, saya kemudian maksa ikut pikniknya akhir pekan, 26 - 28 September lalu, bersama 5 temannya. 

Berangkat dari Jakarta pukul 15 siang (saya tentu izin dari kantor - bahagia banget izin tinggal email), mampir Bandung, kemudian lanjut ke Garut. Perhentian dan penginapan pertama adalah di pemandian air panas Darajat Pass. Di dekat situ ada PLTU...yang harusnya bikin Garut anti-mati listrik. 
Pas buat keluarga! Kolamnya ada 4 area. Untuk dewasa 190-an cm & 150-an, anak-anak, dan yang ini kolam arus. Saya tentu saja di kolam ini :p
Tiap 25 menit, sebaiknya keluar dari kolam. Airnya memang panas banget.
Terus terang bikin pusing.

Nggak ingat berapa lama nyemplung pindah2 kolam. Keluar makan, nyemplung lagi, sampai kisut :D


Tempat makannya bersih

Sarapan pagi!

Sepasang suami istri sedang menerapi anaknya yang lumpuh layu

Kamar yang kami tempati bertujuh. 800-an kalau nggak salah. 


Formasi lengkap teman jalan

Perhentian kedua: Kampung Naga di perbatasan Tasikmalaya dan Garut. 113 rumah yang hidup tanpa penerangan listrik. Saya sih kagum sekaligus agak miris dengan kesabaran mereka tiap hari didatangi tamu yang hampir tiap akhir pekan menginap. Kalau dibilang hidup mereka dari situ, iya juga sih. Tapi sempat terpikir tidakkah mereka lebih bahagia duluuuu entah kapan saat mereka belum seterkenal sekarang? Kebutuhan sudah terpenuhi dari hasil sawah sendiri. Kurang apa lagi?






Perjalanan ke Kampung Naga kurang lebih menuruni 200-an anak tangga sepanjang 1 kilometer.


Disucikan,
Tempat pertama kalinya warga Kampung Naga sholat
 

Rumah warga Kampung Naga terdiri dari 2 pintu:
1 pintu ke ruang tamu. Satu lagi ke dapur.
Sama kayak rumah mediteranian modern:)
Souvenir di halaman rumah 


Masjid Kampung Naga. Adzannya pakai kentongan itu. 
Pak Maun. Pembuat segala kerajinan. 

Tempat sampah di atas.
Solusi elegan biar nggak diacak2 kucing. 
Dapur warga Kampung Naga 


Bapak Usuk Karinding. Nama belakangnya adalah nama alat musik khas Sunda :)


"Pamali. Satu kata yang menjaga kami untuk selalu ingat bahwa setiap tindakan punya konsekuensi. Kalau pemerintah, bikin undang-undang malah makin banyak yang melanggar," ujar seorang warga yang mendampingi kami berkeliling (lupa namanya. Ya Tuhan!)

Perhentian ketiga: Gunung Galunggung atau Gunung Geulis.
Melihat medannya yang bahkan ada anak tangganya (meski jumlahnya lumayan, 620 anak tangga), sudah dapat diduga, ini "mainan" anak SD. Terbukti emang yang kemah di kawah anak2 Pramuka :D.






Yah, karena saya lama banget nggak piknik. Jadi ya semua perjalanan terasa wah dan lumayan ngos-ngosan (selain karena faktor usia ya). 

Dan akhirnya, hikmah piknik ini saya comot dari celetukan si Ellie:

"Traveling itu soal mengalahkan diri sendiri." :) 
(menatap nanar tangga di atas) 

Comments

Anonymous said…
aku berasa baca femina deh Rin hihihi :D

belom pernah ke kampung naga, jadi pengen piknik ke Garut juga. Kapan2 piknik bareng yuuuk
Ya ampun Rintaaaa. Blogmu keren sekaliiii :)

Popular Posts